Pameran Pusaka Kerajaan Binuang di UPTD Taman Budaya Batu Cipping, Provinsi Sulawesi Barat
![]()
Stand Pameran Pusaka Kerajaan Binuang yang dilaksanaka UPTD Taman Buday Batu Cipping Provinsi Sulawesi Barat pada tanggal 1 sampai dengan 5 Agustis 2025, adalah sebuah langkah krusial yang patut diapresiasi. Di tengah arus modernitas yang deras, pameran semacam ini bukan sekadar ajang nostalgia atau pamer barang antik. Ini adalah upaya vital untuk menyambungkan kembali ingatan kolektif kita, khususnya masyarakat Sulawesi Barat, dengan akar sejarah yang kuat. yurut serta dalam pameran dari Kerajaan Balanipa dan beberapa komunitas Pusaka Sulawesi Barat.
Berikut adalah pusaka kerajan Binuang yang di pamerkan adalah: Al-Qur;an dituli s tangan diatas Daun Lontar, Menu Skrip Kitab Doa, dan Benda-benda Pusaka lainnya, Pentingnya Pameran Pusaka yang diadakan
1. Lebih dari Sekadar Benda: Jendela Menuju Masa Lalu
Pusaka—baik itu berupa keris, tombak, naskah kuno, pakaian kebesaran, atau alat-alat upacara—adalah artefak fisik yang menyimpan cerita. Melihat langsung benda-benda ini memberikan pengalaman yang jauh berbeda daripada sekadar membaca buku teks.
Kita tidak hanya melihat sebilah senjata; kita melihat simbol status, keahlian para empu (pandai besi) di masa lalu, dan bahkan mungkin saksi bisu dari peristiwa-peristiwa penting. Pameran ini berfungsi sebagai laboratorium sejarah yang hidup, memungkinkan pengunjung untuk “menyentuh” (secara visual) masa lalu mereka.
2. Pendidikan Karakter dan Jati Diri Generasi Muda
Bagi generasi muda, sejarah seringkali terasa jauh dan abstrak. Pameran pusaka adalah jembatan konkret. Ketika seorang pelajar dari Tapin melihat pusaka peninggalan Kerajaan Binuang, ia akan sadar bahwa daerah tempat tinggalnya memiliki warisan sejarah yang agung.
Ini bukan lagi sekadar “cerita orang tua.” Ini adalah bukti nyata yang dapat membangkitkan rasa bangga (local pride) dan memperkuat jati diri mereka. Di era globalisasi, memiliki akar budaya yang kuat adalah fondasi penting agar tidak mudah tercerabut oleh budaya asing.
3. Merawat Ingatan, Melawan Kelupaan
Banyak kerajaan lokal di Indonesia yang tarikhnya hilang ditelan zaman, hanya menyisakan nama tempat. Pameran adalah salah satu bentuk “perawatan ingatan” (memory maintenance) yang paling efektif.
Dengan menampilkan pusaka-pusaka ini ke publik, kita secara aktif melawan kelupaan. Kita menunjukkan bahwa Binuang bukan hanya nama kecamatan, tetapi sebuah entitas berdaulat yang memiliki warisan untuk dibanggakan. Ini juga menjadi pengingat bagi para pemangku adat dan keturunan kerajaan untuk terus menjaga amanah warisan tersebut.
4. Tantangan dan Harapan ke Depan
Tentu saja, sebuah pameran pusaka bukanlah tanpa tantangan.
Pertama, aspek perawatan (konservasi). Pusaka adalah benda-benda yang rapuh dan berusia ratusan tahun. Pameran harus diiringi dengan standar kurasi dan perawatan yang tinggi, memastikan benda-benda ini tidak rusak karena suhu, kelembapan, atau paparan cahaya.
Kedua, narasi. Pameran tidak boleh hanya sekadar memajang benda dalam etalase kaca. Harus ada narasi yang kuat, penceritaan (storytelling) yang menarik, dan konteks sejarah yang jelas. Apa makna di balik ukiran keris itu? Kapan tombak ini digunakan? Tanpa narasi, pusaka hanya menjadi “benda tua” yang bisu.
Ketiga, keberlanjutan. Apa yang terjadi setelah pameran selesai? Pameran ini idealnya harus menjadi pemantik untuk upaya yang lebih besar: digitalisasi pusaka, penelitian akademis lebih lanjut, dan bahkan pendirian museum mini atau galeri permanen yang didedikasikan untuk sejarah Kerajaan Binuang.
Previous Post
Next Post